Latar belakang
Didunia panjat tebing (rock climbing) istilah grades atau tingkat kesulitan jalur pemanjatan sudah tidak asing lagi, di Indonesia umumnya untuk grades atau tingkat kesulitan jalur pemanjatan tebing ada yang menggunakan Yosemite Decimal System (YDS), ada juga yang menggunakan sistim Inggris atau Perancis yaitu sistim angka dan alfabet. Namun tidak demikian dengan grades jalur pendakian gunung di Indonesia belum ada sistem penentuan tingkat kesulitan jalur pendakian gunung.
Pengembangan sistem peringkat atau grades untuk pendakian ini dimulai pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Inggris dan Jerman. Grades yang digunakan secara internasional saat ini mencakup tidak kurang dari tujuh sistem untuk Rock Climbing, empat sistem untuk Alpine Climbing, empat sistem untuk Es, dan dua sistem untuk Aid Climbing. Sistem grades ini bisa dikatakan sebagai alat yang membantu pendaki/pemanjat memilih pendakian yang menantang dan sesuai dengan kemampuannya.
Di berbagai negara Asia, Eropa dan Amerika, sudah memiliki system grades masing-masing, karena dengan mengetahui dan menentukan tingkat kesulitan sebuah gunung atau jalur pendakian gunung maka akan banyak memberikan kemudahan bagi pelaku kegiatan pendakian untuk mendapatkan gambaran umum kondisi gunung yang dituju dan membandingkannya dengan kemampuan skill yang mereka punya, dan penggunaan grades ini juga meluas pada hal-hal lainnya terkait pada kegiatan pendakian gunung.
Seperti yang saya sebutkan diatas, Indonesia hingga saat ini masih belum memiliki sistim penentuan tingkat kesulitan gunung (mountain grades system). Kondisi medan pegunungan Indonesia jelas beda dengan negara Eropah ataupun Amerika, mengadopsi sistim grades mereka sebagaimana halnya dalam panjat tebing jelas tidak cocok. Jalur pegunungan di Indonesia lebih ke medan Hiking kecuali pegunungan di Papua bisa mengadopsi system grades Eropa atau Amerika karena pegunungan di Papua medannya melibatkan teknis pendakian medan berbatu dan bersalju. Hal ini pernah menjadi topik perbincangan saya dan teman-teman mailing yahoogroups dulu, kemudian sampai akhirnya berdirian Federasi Mountaineering Indonesia (FMI). Dengan FMI saya waktu itu berharap mountain grades system ini bisa terwujud, namun sayang hingga saat saya tidak aktif lagi di FMI dan hingga sekarang masih belum terwujud.
Berangkat dari hal tersebut saya mencoba menginisiasi/mendefinisikan sistim penentuan tingkat kesulitan gunung Indonesia, selanjutnya saya sebut dengan grades system. Grades pendakian ini pada dasarnya bersifat subjektif, Karena mungkin saja merupakan pendapat dari satu atau beberapa pendaki, atau sering kali dilakukan oleh pendaki pertama yang mendaki suatu jalur atau penulis buku panduan mendaki. Grades untuk sebuah rute pendakian juga mungkin merupakan konsensus yang dicapai oleh banyak pendaki yang telah mendaki rute tersebut. Sementara meski grades biasanya diterapkan cukup konsisten di seluruh area pendakian, sering kali ada perbedaan yang ditemukan diantara grades di jalur pendakian yang berbeda di satu gunung. Karena variabel-variabel ini, pendaki tertentu mungkin menemukan rute yang lebih mudah atau lebih sulit dari yang diharapkan untuk grades yang diterapkan pada jalur tersebut. Oleh karena itu Mountain grades system ini boleh dibilang agak keruh dan terkadang sulit untuk memahami sistim yang mencoba untuk menilai seberapa sulit sebuah gunung tertentu untuk dicapai.
Pembuatan Grades Sytem untuk Gunung Indonesia
Setelah memperlajari beberapa grades system yang ada di dunia, saya menyimpulkan bahwa grades system untuk Indonesia bisa dibuat dengan berpedoman pada grades system yang ada di dunia dan menyesuaikannya dengan medan alam pegunungan Indonesia.
Biasanya dalam melakukan penentuan grades ini ada beberapa pertimbangan faktor yang umumnya dipakai:
- Panjang: Semakin panjang rute pendakian semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk mendakinya.
- Teknis Pergerakan: Rute pendakian yang lebih sulit pasti akan melibatkan kemampuan teknis pendakian yang lebih tinggi.
- Kesulitan yang berkelanjutan: Rute yang memiliki beberapa ratus meter pendakian yang sulit akan lebih sulit dari pada rute yang hanya memiliki beberapa meter saja.
- Eksposur: Eksposur ini pada dasarnya berarti seberapa tinggi anda mendaki, semakin banyak eksposur yang di miliki oleh suatu rute, (misalnya gigiran punggungan kiri kanan jurang, tebing) semakin tinggi konsekuensi untuk jatuh atau semakin sulit didaki.
- Bahaya: Elemen ini seperti longsoran batu, jalan setapak yang tidak jelas, sungai yang terkadang banjir mendadak atau kondisi buruk lainnya yang dapat membuat rute lebih sulit untuk didaki.
Namun dalam pembuatan sistim grades system pegunungan Indonesia ini saya tidak memasukan faktor bahaya keamanan yang bersifat politis, seperti kemungkinan bertemu teroris atau gerombolan bersenjata yang mungkin akan merapok para pendaki. Seperti yang kita ketahui, ada banyak hal berbeda yang perlu diperhitungkan sebelum dapat menilai betapa sulitnya mendaki gunung. Inilah alasan mengapa tidak ada satu grades system yang diterima secara terpusat di dunia, negara-negara yang berbeda telah mengembangkan sistem yang berbeda berdasarkan tantangan khusus yang disajikan oleh pegunungan yang mereka miliki. Oleh sebab itulah ada banyak sistim mountain grades di dunia seperti, Swiss Alpine Club Hiking Scale, France Mountaineering Grades, YDS (Yosemite Decimal System) dan masih banyak lagi, masing-masing negara memilikinya, di Asia Tenggara saat ini baru Phillipina yang telah memiliki sistim mountain grades ini. Untuk grades system pegunungan Indonesia ini saya menyusunnya dengan memperhatikan kondisi pegunungan Indonesia, mengenalnya sepengalaman yang saya punya saat mendakinya, berdasarkan itu saya buat variable-variable penentu grades nya. Penentuan grades system ini saya akui tidak 100% menggambarkan kondisi gunung-gunung tersebut secara tepat, hanya secara umum, seperti hal nya dengan grades system di negara lain.
Cara Penentuan Grades System
Saya menentukan tingkat kesulitan sebuah gunung berdasarkan tingkat kesulitan dari rute pendakiannya dari awal hingga sampai puncak. Untuk menentukan tingkat kesulitan ini terlebih dahulu saya menentukan rating atau tingkatan dari rute trek dan medan pendakiannya, yang kemudian saya namakan dengan TREK ROUTE & TERRAIN RATING SYSTEM. Sistim ini menggolongkan tingkatan kesulitan sebuah jalur rute pendakian ke dalam beberapa kelas tingkatan, yaitu:
TREK ROUTE & TERRAIN SYSTEM
- Trek Route Class 1 (TRC1): Jalur trail mudah dijalani landai, tidak terlalu curam dan kondisinya sudah mapan, trail tanah atau trail batu-batu tersusun.
- Trek Route Class 2 (TRC2): Trail tanah kadang berbatu. Jalur terjal dengan lereng agak curam.
- Trek Route Class 3 (TRC3): Trail tanah kadang berbatu. Jalur yang cukup curam dan terkadang membutuhkan tangan untuk scrambling
- Trek Route Class 4 (TRC4): Jalur lereng yang sangat curam dan tebing tanah bercampur batu yang tidak terlalu sulit namun pemula terkadang harus menggunakan tali. Menyeberangi sungai lebar 3 meter atau lebih.
- Trek Route Class 5 (TRC5): Jalur yang sangat sulit dan teknis dimana pengamanan tali dan peralatan pengamanan lainnya diperlukan, serta kedua tangan yang bebas sebagai metode pembantu pendakian.
- Trek Route Class 6 (TRC6): Jalur tebing batu vertikal yang melibatkan teknis dan peralatan pemanjatan tebing, dan salju gletser yang melibatkan teknis pendakian alpine.
Trek Route & Terrain System ini digunakan sebagai salah satu variable penentuan tingkat kesulitan sebuah gunung, berikut tingkat kesulitan untuk gunung-gunung Indonesia yang saya buat.
GRADES SYSTEM PEGUNUNGAN INDONESIA
Grande 1/10 | Trek 2-3 jam trek sangat jelas, TRC1. Satu hari perjalanan PP |
Contoh | Rute Kawah Ratu Gn. Salak, dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 2/10 | Trek tunggal dan bercabang, sangat jelas yang berlansung 3-5 jam, TRC1 dan TRC2 tapi tidak melebihi TRC2. 1 hingga 2 hari perjalanan PP |
Contoh | Rute umum Gn. Pulosari, dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 3/10 | Trek tunggal dan bercabang, jelas, yang berlansung 6-9 jam, TRC1, TRC2, tidak melebihi TRC2, cuaca dingin. 2 hingga 3 hari perjalanan PP |
Contoh | Rute umum Gn. Gede-Pangrango, dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 4/10 | Trek tunggal dan bercabang, jelas, yang berlansung 6-9 jam, TRC1, TRC2, TRC3, tidak melebihi TRC3, cuaca dingin. 2 hingga 3 hari perjalanan PP |
Contoh | Rute Pasir reungit Gn. Salak |
Grade 5/10 | Trek tunggal dan bercabang, jelas dan berlansung 6-9 jam, TRC1, TRC2 tapi tidak melebihi TRC2, cuaca dingin. 3 hingga 4 hari perjalanan PP |
Contoh | Rute Ranupane Gn. Semeru, dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 6/10 | Trek tunggal dan bercabang yang terkadang jelas terkadang tidak, berlansung 6-9 jam. TRC2 dan TRC3 tapi tidak melebihi TRC3, cuaca dingin. 3 hingga 4 hariperjalanan PP |
Contoh | Rute Rantau Malam Gn. Bukit Raya, dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 7/10 | trek tunggal dan bercabang yang terkadang jelas terkadang tidak, berlansung 6-9 jam. TRC2, TRC3, TRC4 tapi tidak melebihi TRC4, cuaca dingin. 5 hingga 7 hari perjalanan PP |
Contoh | Rute Rante Poko Gn. Gandang Dewata, dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 8/10 | trek tunggal dan bercabang yang terkadang jelas terkadang tidak, berlansung 6-9 jam. TRC2, TRC3, TRC4 tapi tidak melebihi TRC4, cuaca dingin. 7 hari hingga 14 hari lebih perjalanan PP |
Contoh | Rute kalsik Gn. Leuser dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 9/10 | trek tunggal dan bercabang yang jelas, berlansung 6-9 jam. TRC2 dan TRC5, tapi tidak lebih dari TRC5, cuaca dingin. 3 hingga 4 hari perjalanan PP |
Contoh | Rute Kalibaru Gn. Raung dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Grade 10/10 | trek tunggal dan bercabang yang terkadang jelas terkadang tidak,yang berlansung 6-9 jam. TRC2, TRC3 dan TRC6, cuaca sangat dingin. 12 hingga 20 hari lebih perjalanan PP |
Contoh | Rute Ilaga dan Sugapa Puncak Carstenzs, Puncak Jaya dan gunung lainnya yang sama grades nya |
Untuk jarak waktu tempuh diasumsikan kecepatan rata-rata umum para pendaki dengan ransel bobot standar berisi perlengkapan dan logistik standard pendakian. Saya hanya menuliskan satu contoh gunung untuk setiap grades nya, untuk contoh-contoh grades gunung yang lainnya berdasarkan pengalaman gunung-gunung yang pernah saya daki bisa di klik disini.
Dengan menggunakan panduan grades system ini anda bisa mengetahui grades berapa gunung yang sudah anda daki. Grades system ini akan membantu pendaki independen dalam mempersiapkan rencana pendakiannya, karena dengan mengetahui tingkat kesulitan gunung yang dituju akan memberikan gambaran persiapan apa yang harus dilakukan. Namun grades system ini tidak terlalu berpengaruh pada pendaki yang menggunakan jasa pemandu gunung profesional karena pastinya pemandunya sudah mengetahui gunung yang akan didaki dan tingkat kemampuan pendaki yang dipandu nya.
Grades System yang saya buat ini mungkin belum 100% sempurna, silahkan jika ada yang ingin menambahkan atau menyempurnakannya. Silahkan kirim email pada saya di ag************@gm***.com .
Sebagai tambahan berikut dibawah saya sertakan contoh Grading System yang di pakai di Swiss. Grades system ini dinamakan Swiss Alpine Club (SAC) Scale, karena dibuat oleh SAC. Skalanya dibagi menjadi enam tingkat yang berkisar dari T1 hingga T6 dan sebagian besar didasarkan pada karakteristik jalur trail. T1, misalnya, menunjukkan jalur trail yang sangat baik tanpa bahaya. Anda dapat berjalan menempuhnya dengan mudah. Marking nya berwarna kuning. T4 menunjukkan jalur trail Alpine, di mana menggunakan sepatu boot sangat penting, Anda harus menggunakan tangan Anda untuk bergerak maju dan menghadapi area medan yang terbuka. Di sini, Anda akan menemukan tanda jalur putih-biru-putih.
SAC HIKING SCALE
Level | Jalur | Medan | Persyaratan |
T1 – Hiking | Tertata dengan baik, ada marking. Lokasi-lokasi yang agak terbuka diamankan dengan sangat baik. | Datar atau sedikit miring. Tidak ada bahaya jatuh dengan posisi yang tepat. | Tidak perlu pijakan yang mantap. Dapat berjalan dengan mudah. Navigasi tanpa peta dimungkinkan. |
T2 – Mountain Hiking | Rute berkesinabungan dan marking jalan | Curam di beberapa bagian. Bahaya jatuh tidak dikecualikan | Direkomendasikan menggunakan sepatu trekking dengan pijakan yang mantap. Keterampilan navigasi dasar |
T3- Challenging Mountain Hiking | Jalan setapak biasanya ada. Lokasi yang terbuka sebagian besar diamankan dengan tali atau rantai | Area yang sebagian terbuka dengan bahaya jatuh, dataran kerikil, medan terjal tanpa jalur. | Sepatu trekking dengan pijakan yang bagus dan mantap. Pengalaman dasar alpine |
T4-Alpine Walking | Jalur belum tentu tersedia. Terkadang perlu menggunakan tangan untuk terus berjalan. | Sebagian besar terbuka. Tumpukan rumput yang rumit, lereng berbatu, medan dengan pohon cemara sederhana, dan jalur gletser yang tertutup salju. | Terbiasa di medan terbuka. Sepatu trekking yang stabil. Penilaian medan dan keterampilan navigasi yang baik. Pengalaman medan Alpen. |
T5-Challenging Alpine walking | Sering kali tanpa jalur. Beberapa bagian pemanjatan simple yang individual. | Terbuka. Medan yang menantang, lereng berbatu yang curam,gletser yang tertutup salju dan bagian medan keras dengan bahaya tergelincir. | Mountaineering boots. Kemampuan menilai medan yang aman dan keterampilan navigasi yang sangat baik. Pengalaman Alpine yang bagus juga di medan Alpine yang tinggi. Pengetahuan dasar dalam menangani kampak es dan tali. |
T6-Difficult Alpine Walking | Sebagian besar tanpa jalan dan tanpa marka. Ada bagian pemanjatan hingga level II | Seringkali sangat terbuka. Lereng berbatu yang rumit, gletser yang tertutup salju dengan peningkatan bahaya tergelincir. | Keterampilan navigasi yang sangat baik. Pengalaman alpine yang terbukti dan terbiasa dengan peralatan alpine. |