“If you can go faster, you’ll go longer”
“Ayo ikut bang BTS 100 ultra” beberapa teman-teman Trail Running berusaha memanasi saya agar ikut lomba trail running yang diselenggarakan oleh Komunitas Trail Running Indonesia di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kegiatan Trail Running sendiri saya mulai juga belum lama. Tadinya hanya hoby lari ke air terjun Cibeureum Gunung Gede bersama istri, dan di lokasi itu juga pada november 2012 saya berkenalan dengan kang Aki Niaki dan kang Hendra Wijaya yang merupakan pentolan komunitas Trail Running Indonesia. Seiring waktu Trail Running mulai happening didunia, tak terkecuali di Indonesia mulai banyak yang melirik olah raga yang menantang ini, betapa tidak menantang biasanya untuk mendaki gunung Gede kita butuh dua hari sekarang hanya dengan 4 sampe 5 jam sudah bisa mendaki gunung tersebut naik dan turun kembali tanpa harus membawa ransel besar.
Saya kemudian berusaha juga mengenalkan kegiatan ini kepada beberapa teman pendaki gunung, baik melalui tulisan dan ajakan agar ikut dengan saya lari-lari digunung, beberapa orang terjaring dan termakan racun bujuk rayu saya untuk ikutan Trail Running ke Kawah Ratu, kemudian setelah itu trail running ke Papandayan dan beberapa gunung lainnya di Jawa barat dan Jawa Tengah. Ditahun 2013 ada dua race Trail Running yaitu International Volcano Challenge yang di adakan oleh Federasi Mountaineering Indonesia di Gunung Gede dan Ultra Marathon Rinjani yang di adakan oleh Trail Running Indonesia, waktu itu saya masih belum begitu tertarik untuk ikutan karena bagi saya Trail Running hanya sebuah kegiatan fun tanpa minat untuk ikut lomba. Namun kali ini di BTS 100 yang di adakan oleh Trail Running Indonesia terpikir juga untuk ikut sekedar ingin tahu kemampuan diri seorang nubie Trail Running ini dalam memenuhi batas waktu pencapaian finish yang ditetapkan lomba tersebut.
Tepat sehari sebelum pendaftaran BTS 100 Ultra tutup saya baru melakukan pembayaran pendaftaran yang sudah saya lakukan sebelumnya untuk lomba 50K. Akhirnya mantap untuk ikutan, ikut bukan untuk berambisi juara tetapi ikut sebagai ajang ukur kemampuan diri sebagai nubie, target hanya satu apapun yang terjadi harus bisa masuk sebelum Cut Off time, semangat besar namun tidak ditunjang waktu yang cukup untuk berlatih, sedikit pesimistik namun dihati tetap berharap semoga sesuai target. Tidak banyak persiapan yang saya lakukan karena kerja sebagai kuli di perusahaan orang membuat miskin waktu untuk berlatih, hanya dua kali lari di senayan ditambah trail running lintas Salak bersama genk trail running saya, yang malah justru memberikan cedera pada lutut saya. Masih ada waktu seminggu sebelum hari H semoga cedera ini bisa sembuh, demikian harap hati menunggu hari H.
Dengan menggunakan kereta Gajayana saya berangkat sendiri menuju Malang untuk bertemu gank trail running saya yang juga ikutan race ini yaitu Tege, Eko dan Noor di Tumpang. Tidak disangka sobat naik gunung saya yaitu Anwar juga ikut race ini dan kami satu kereta, kemudian bersama-sama kami menuju Ranupane dengan mengendarai Jeep 4×4 yang merupakan transportasi khas menuju Ranupane. Ranupane memang titik start untuk 50K BTS 100 Ultra, sedangkan kelas 102K dan 160K start di Cemoro Lawang Bromo. Ranupane adalah sebuah desa petani yang mayoritas di huni oleh masyarakat Tengger yang beragama Hindu. Ada dua danau disini yaitu danau Ranupane dan danau Ranuregulo. Desa bersuhu dingin ini adalah merupakan titik awal untuk mendaki gunung Semeru.
Pagi dini hari jam 3:00 saya dan teman-teman sudah bangun dan siap-siap untuk race, semua all set: water bladder 2 liter, light wind/rain jacket, storm whistle, headlamp, hypothermia blanket, geiter, first aid kits, fuel snack sudah di dalam ransel, kecuali racepack belum dibagikan panitia tadi malam karena belum dikirim dari Cemoro Lawang. Setelah mengambil racepack semua trail runner sudah berkumpul diarea start mendapat mejangan dari Race Director yaitu Nefo Ginting. Tepat jam 05:00 countdown dimulai dan dilepaslah para trail runner 50K yang harus berlari menuju menuju Kali mati dengan COT jam 09:30. Pada etape pertama ini para trail runner dihadapkan dengan trail yang tidak begitu menanjak namun cukup membuat lelah, saya awalya start didepan kemudian memperlambat pace agar tidak kehabisan tenaga dietape akhir yang brutal, saya memperkirakan brutal karena setelah mempelajari kontur medan yang akan dilewati. Beberapa runner mulai melewati saya, namun kemudian mulai terkejar lagi karena semakin lama kondisi trail mulai menyaring pelari. Saya bergerak sengan pace yang pelan lari pelan yang mirip dengan jalan cepat. Baru mendekati Ranukumbolo saya mulai meningkatkan kecepatan karena saya tahu didepan trail mulai menurun, saya kebut terus hingga sampai water station pertama di Ranukumbolo. Setelah minum sejenak saya kembali lanjut, tanjakan cinta menghadang didepan saya melihat semua pelari melewatinya dengan bejalan kaki, tanjakan yang dikenal dengan nama tanjakan cinta ini memang memilik kemiringan yang badas sekitar tujuh puluh derajat.
Memasuki area Oro ombo kembali saya bisa menyusul beberapa pelari, dan terus berusaha untuk tetap berlari secara konstan namun kurang latihan endurance membuat saya kembali berjalan cepat saat melewati tanjakan cemoro kandang. Dibeberapa bagian saya coba berlari pelan, para pelari 102K ada yang berpapasan sama saya salah satunya Herwin Tiranda kami berdua sempat hi five, dia beraksi dengan kameranya. Saya terus bergerak bersama sepasang Trail Runner suami istri dari Malaysia Hui Mathews dan Ashinsh Mathews, kadang kami berlari kadang kami berjalan cepat, memasuki daerah Kalimati saya berusaha meningkatkan kecepatan menyusul Eko, Tege dan Noor didepan. Barulah saat sampai di Kalimati mereka bisa saya susul. Tidak ingat pasti jam berapa sampai disana kalau tidak salah jam 8:15 atau 8:30 saya hanya sebentar minum dan makan serta menerima gelang berwarna biru tanda saya sudah melewati putaran di Kalimati, kemudian lanjut lari kembali untuk etape hingga ke ranukumblo, etape ini saya genjot untuk berlari karena turunan terus hingga ke Oro Ombo, sejenak saya berjalan cepat di oro ombo untuk mengatur pace setelah ngebut turun. Sampai di Ranukumbolo segelas minuman manis yang disediakan panitia mengobati dahaga kemudian lanjut kembali bersama Tege dan Noor, dan diikuti oleh pasangan Mathews. di Savanna Pagonan Cilik kami lewati dengan sedikit berlari, kaki mulai terasa pegal terutama pada bagian otot tulang kering sebagai nubie dalam dunia lari saya tidak mengerti penyebabnya. Kembali kami berjalan hingga memasuki tanjakan terjal bukit Ayek-ayek, mau tak mau melewatinya dengan berjalan cepat.
Sampai di puncak tanjakan ayek-ayek saya memutuskan beristiahat sejenak karena pegal kaki mulai terasa menganggu. Sedangkan Noor memutuskan untuk terus begitu juga dengan Mathews couples, sementara Tege dan Eko tertinggal dibelakang saat melewati tanjakan ayek-ayek tadi. Kondisi trail dari lokasi ini sudah turunan cukup terjal, 5 menit kemudian saya kembali lanjut lari menuruni turunan itu sekitar 10 menit berlari tiba-tiba ngilu disamping lutut yang saya rasa sewaktu trail running lintas gunung Salak seminggu yang lalu kembali terasa, awalnya cuma ngilu sedikit semakin lama semakin berasa, hingga akhirnya saya putuskan bejalan saat memasuki perladangan penduduk, tak lama kemudian saya disusul oleh Tege dan eko serta seorang pelari lainnya. Semakin lama sakitnya makin menggila, dan membuat kecepatan saya jalan saya menurun hingga jauh tertinggal dibelakang. Saya berusaha menyusul kembali saat memasuki daerah tanjakan pipa kembali saya dengan Tege, Eko dan satu orang lagi pelari bersama melewati tanjakan curam ini. Tanjakan pipa ini sepertinya jalan setapak yang tidak pernah dilewati orang lagi, trail tanah tanpa undakan sehingga cukup lincin, selepas tanjakan ini kembali kami dihadapkan sama medan “Gila” yaitu berupa turunan yang sangat curam tanpa undakan, cukup licin. Namun syukurlah sepatu trail running yang saya kenakan memiliki daya cengkram yang cukup bagus pada solnya sehingga sangat membantu melewati turunan yang kami sepakat namakan “Turunan Sumur” memang seperti sumur yang dalam. Saat di turunan sumur ini tiba-tiba salah satu peserta putri dari Malaysia yaitu Maggy melewati kami dengan duduk mengesot sembari mengomel panjang pendek, rupanya dia salah jalur dan tersasar didaerah ladang petani, kamipun membiarkannya lewat terlebih dahulu.
Etape hingga ke Jemplang ini adalah etape yang sangat menyiksa saya, karena sakit dilutut mulai menjadi-jadi sehingga hanya bisa berjalan melewati ladang penduduk, kondisi ini terus berlanjut hingga mendekati jalan raya di Ngadas. Beberapa trail runners sudah melewati saya, dengan kaki yang ngilu saya terus berusaha mengejar Tege dan Eko didepan saya. Jalanan aspal antara Ngadas dan Jemplang yang menanjak membuat siksaan tersendiri pada lutut ngilu ini. Sebelum sampai di ngadas saya mencoba mengoleskan balsam Tiger yang diberikan oleh istri, rasa hangat menjalar keseluruh lutut, saya masih harus sampai Jemplang yang sudah tidak jauh lagi.
Di Jemplang saya meminum sebotol pocary sweat dan duduk berselonjor sembari berusaha mengurut bagian yang ngilu, cukup lama istirahat di jemplang bertemu panitia Kang Aki yang memberikan semangat. Waktu masih sekitar jam 12: 40an menit. Seorang peserta bule yang tadi saya lihat naik ojek rupanya dia memutuskan untuk menyerah aka DNF.
“It’s crazy route! I can take anymore” ucap dia saat saya tanya kenapa.
Saya senyum setuju dengan pendapat dia, Crazy route. Ternyata salep Tiger tersebut cukup manjur mengurangi rasa sakit, dengan semangat saya bangkit dan kembali berlari menuruni jalan mobil yang berbeton turun menuju lautan pasir Bromo. Terkadang sakit ngilu muncul saya berhenti dan saat mendingan kembali saya berlari terus hingga Tege bisa saya susul di lautan pasir.
Kemudian saya lebih sering berjalan, saat saya melirik jam masih jam satu lewat, saya yakin meskipun berjalan cepat melewati lautan pasir ini masih bisa mencapai fisnish sebelum COT. Ditengah jalan sebuah mobil SUV panitia melintas, rupanya mas Data Pela dari YEPE Malang, beliau tersenyum lebar memberikan semangat,
“ayo COT masih lama, ngga usah diburu juga bisa sampe finish” komentar beliau saat tahu saya punya keluhan pada lutut.
Berdua dengan Tege melewati pandang pasir Bromo, rupanya Tege juga punya masalah dengan kakinya ada yang lecet.
“meruput sebentar yuk bang” ajak Tege sembari nyengir, maksudnya adalah duduk istirahat sejenak ditengah pada pasir yang ada rumputnya, saya langsung setuju karena ngilu lutut dan sakit pada bagian otot tulang kering kembali terasa ngilu.
“Hei, You guys OK??!” teriak sebuah suara, ternyata pemilik suara itu adalah peserta putri 102K yang berasal dari USA. Dia selama melewati padang bromo juga berjalan seperti kami, tapi sangat cepat jalannya tadi sempat kami salip saat dia duduk menukar sepatunya.
“We Fine, just having break a while..” jawab saya sembari melambaikan tangan.
Dia tersenyum dan kembali melanjutkan jalan cepatnya.
Ya itulah yang seharusnya terjadi, sebuah race bukan hanya mementingkan diri sendiri tapi hendaknya para racer juga perduli dengan racer lainnya terlebih di trail runner race tidak seperti road runners race yang memiliki marshal-marshal yang menjaga para pelari. Di trail running, ” you have to enable help yourself and other!”.
Tak lama kemudian kembali saya dan Tege melanjutkan etape ini, saya berusaha untuk mencoba berlari pelan dan mengatur pace, sedikit meninggalkan Tege. Saat mendekati Gunung Bromo rute trail mengarah kekiri dan,
“alamak!!” ujar aku ternyata rutenya mengarah pada gundukan bukit-bukit pasir yang turun naik mirip puncak-puncak gunung alpine, bedanya ini berupa gunun-gunung pasir.
Langit semakin mengelam, tampaknya cerah siang tadi mulai tertutup oleh awan cumulonimbus, anginpun mulai berembus kencang, saya menoleh kebelakang Tege berjarak sekitar seratus meteran dari saya bersama seorang trail runner. Angin kencang menerbangkan pasir, berjalan di etape ini mengingatkan saya pada saat pendakian pegunungan alpen, melipir terus meniti gigiran tipis dan baru berakhir di bawah tangga untuk naik ke puncak Bromo. Sebuah tenda panitia berdiri dibawah dan menyediakan minum dan pisang, saya mengambil sebuah pisang dan memakannya, sementara si cewek US yang 102K tengah istirahat mengisi blader minumnya sambil tersenyum ramah kearah saya. Setelah mengambil sebotol Pocary sweat saya langsung lanjut mendaki tangga kepuncak Bromo untuk menerima gelang warna Kuning dan kemudian kembali turun, di tangga berpapasan dengan Tege yang naik keatas. Saya mencoba kembali berlari, karena kondisi kaki sedikit hilang ngilunya, tapi hanya sekitar sepuluh menit berlari terasa sakit kembali, akhirnya saya kembali berjalan melewati padang pasir menuju ke Cemoro Lawang. Streamline rute BTS 100 Ultra ini cukup jelas dan mudah diikuti, namun kenapa ada yang kesasar tanya saya dalam hati, padahal streamline nya sangat jelas.
Saya terus bejalan dan sesekali berlari kecil membelah lautan pasir bromo menuju Cemoro Lawang.
“bang…!” sebuah suara teriakan dibelakang, ternyata Tege sudah mendekat, saya memperlambat jalan saya dan akhirnya kami bersama berjalan hingga sampai di jalan aspal yang menanjak kearah Cemoro Lawang. Saya berusaha mempercepat jalan dan sedikit berlari, Tege berhenti sejenak mungkin sakit lecet kakinya kembali terasa, saya melihat jarum jam menunjukan jam 4 kurang 5 menit, sedikit lagi pikir saya. Dengan menguatkan hati saya berusaha berjalan cepat, saat tanjakan aspal tersebut usai terlewati kembali berlari, hanya berlari kecil.
“Belok sini mas” ujar seorang penduduk yang melihat saya clingukan mencari streamline yang mengarahkan ke Finish di Lava View hotel. Saya melirik jam lagi, wah jam 4 kurang dua menit, agaknya target saya masuk jam empat di finish tidak tercapai, dengan sedikit tertatih saya usahakanterus berlari dan akhirnya melewati garis Finish, saya tidak ingat persis kalo tidak salah jam 16:04 saya memasuki finish dan disambut kalungan medali oleh sang Race Director Bang Nefo Ginting. Beberapa teman sudah masuk, termasuk Eko dan pasangan Mathews, kami tertawa dan bersalaman.
“ahh…” saya menghembuskan nafas lega, lega karena sekarang bisa mengistirahatkan kaki yang sudah super ngilu ini. Mas Data Pela tersenyum lebar menyalami saya dan kami mengobrol sejenak. Tak Lama kemudian Tege juga masuk finish dan terus diikuti para finisher lainnya.
Sedikit kecewa karena target saya masuk finish paling tidak jam empat sore pas tidak tercapai, meskipun begitu saya cukup puas dengan 50K ultra race pertama saya ini, meskipun dengan kaki yang sudah cidera tapi semangat tetap ada, andai saja saya tidak cedera kaki mungkin saya bisa masuk finish lebih cepat lagi, karena saya merasa tenaga dan nafas masih kuat untuk berlari hanya sayang kaki yang tidak mendukung, sepertinya harus mencari cara untuk menyembuhkan keluhan ini, minimal teknik belari yang benar agar sakit pada otot tulang kering dan ngilu sakit pada sisi lutut bisa dihindari selama long run.
Result dari BTS 100 Ultra Race untuk katagori 50K Pria dan Wanita
Foto Courtesy:
Hendri Agustin
Aki Niaki
Tege
Hui Mathews