Kau begitu sempurna
Dimataku kau begitu indah
kau membuat diriku akan slalu memujimu
Disetiap langkahku
Kukan slalu memikirkan dirimu
Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Alunan “Sempurna” nya Andra and the backbone mengalir dari HP nokianya Ori, ya kau memang begitu sempurna, kau memang begitu menarik dan penuh pengertian – aku membatin sendiri mengenang seseorang sambil tenggelam sibuk memasak buat tiga orang teman-teman pendaki ku yang tengah kelaparan ini. Sementara diluar sana angin lembah Surya Kencana bergemuruh menghantam lembar flysheet tambahan yang dipasangkan pada tenda Eureka milik Ori ini, mengeluarkan bunyi kepakan-kepakan bagaikan sayap-sayap elang. Masih sekitar jam tujuh malam, udara cukup dingin, kabut tebal dan berangin kencang menyelimuti lembah Surya kencana Gunung Gede. Didalam tenda kami saat ini ada Ori yang santai menikmati sigaretto nya dan Titi ungu yang sibuk membantu mengiris sayur buncis serta ada mas Ei yang ikut ambil bagian memotong dendeng kering menjadi potongan-potongan kecil agar mudah menggorengnya. Ditenda sebelah ada Tanti, Neni dan Asep. Di tenda depan Ada Budi Hijau, Hanung, Danis, dan Gery sedangkan disebelahnya lagi ada tendanya Cepot dan Elly.
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Lengkapi diriku
Oh sayangku, kau begitu
Sempurna.. Sempurna..
Kau genggam tanganku
Saat diriku lemah dan terjatuh
Kau bisikkan kata dan hapus semua sesalku
Sempurna – nya Andra and the backbone masih mengalir. Ya saya dan teman-teman tengah berada di gunung Gede malam ini. Pendakian yang di prakasai oleh Tanti dari #pendaki ini diikuti oleh 13 orang termasuk saya. Sabtu pagi kami memulai pendakian, tidak terburu-buru, langkah kami mengalir seiring dengan hebusan sejuknya angin gunung dan cuaca sepanjang pendakian juga cukup bersahabat meskipun beberapa kali kabut tebal sempat turun namun kami masih diberikan keberuntungan tidak dibasahi oleh hujan. Dan saat kami mencapai wilayah alun-alun timur Surya kencana sekitar jam empat sore, kabut cukup tebal menggantung di hamparan padang Surya Kencana, gunung Gemuruh disebelah kiri tertutup kabut. Namun langkah dan tawa canda gerombolan kami memecahkan kesunyian padang ini. Bunga abadi Edelweiss tampak sudah mulai kering menguning kecoklatan, wanginya sudah tidak tercium, namun jika kita mengujungi lembah ini di bulan Juni semerbak edelweiss yang sedang mekar akan menyeruak memenuhi rongga hidung saat hembusan lembut angin gunung menghantarkannya keindra penciuman kita.
Lokasi kami mendirikan tenda saat ini tidak begitu jauh dari sumber air, berada diseberang sungai kecil tepatnya di kaki punggungan gunung Gemuruh. Pendaki lain tidak begitu banyak, namun lokasi nenda strategis sudah terisi mereka inilah yang membuat kami memilih tempat ini sebagai tempat bermalam dan beristirahat. “Bang dah kelar nih buncisnya” ujar Titi memecahkan keheningan saya. “Ok Ti, lanjut sama bawang merah dan putihnya, juga sekalian cabenya tolong di iris”. Jawab saya sambil terus menggoreng potongan-potongan dendeng. Ini adalah pendakian kedua saya sama teman-teman #Pendaki, sebelumnya saya sempat gabung mereka ke gunung Salak.
Udara makin dingin, tiupan angin masih kencang, tapi rasa dingin tersebut bisa terobati oleh kehangatan diberikan saat menghirup teh manis hangat. Tidak begitu banyak obrolan diantara kami, semua sibuk dengan keasyikannya, mas Ei tampak mulai memasangkan sarung tangan menutupi jemari tangannya. Tidak lama kemudian santap malam kami pun sudah siap, yaitu dendeng, sayur oseng buncis, dan ditambah tempe teri balado yang dibawa oleh Titi. Sederhana sekali tapi cukup membangkitkan selera saat menyantapnya. Usai ritual makan seperti biasa, keinginan untuk segera rebahan tidak bisa ditunda lagi terlebih dengan cuaca seperti sekarang, tidak yang bisa mencegah keinginan untuk segera masuk ke sleeping bag dan tidur dengan nyaman. Diluar kepakan-kepakan lembar flysheet tenda yang di hantam angin lembah ini terasa bagai musik alam yang menggatikan Andra and the backabone yang sudah dari tadi menghilang. Karena rasa kantuk dan lelah akhirnya kami semua tertidur lelap. Saya segera tertidur, melupakan kepenatan saat pendakian tadi melupakan sosok yang sore tadi sepintas terlihat mengawasi kami, juga sosok muka yang mengintip dari jendela tenda saat saya tengah memasak. Biarkan mereka mengenal kami dari jauh saja.
Aku terbangun karena mimpi yang ngga enak bener, yaitu mimpi ngerjain kerjaan di kantor padahal sudah jamnya untuk pulang, saya ngomel tapi sempat terdengar oleh Titi, dan antara setengah sadar dan enggak saya sempat denger titi bilang “Hei bang Hendri ngigo tuh..” saya pun perlahan bangun dan menjawabnya “ngga ti gue ngga ngigo gue mimpi” – wekkkkkk… sama aja ya hahahahahaha……
Perlahan tenda dibuka angin dingin menyeruak masuk, mhmm masih berkabut, sedianya recanan Tanty yang menjabat leader kami, tadi subuh harusnya kita mendaki kepuncak untuk ngejar sunrise, tapi rupanya cuaca tidak bersahabat sehingga membuat kami lebih memilih bergelung kembali dibalik kehangatan rangkulan sleeping bag masing-masing, dan baru mulai bangun saat matahari sudah mulai menyising. Kesibukan mulai terdengar detingan suara misting (peralatan masak) memecahkan keheningan lembah pagi itu. Angin sudah tidak bertiup lagi, namun terasa masih dingin. “ayo bang masak sarapan dong.” Rengek Titi, mungkin cacing di perutnya sudah mulai bergeliat minta jatah. Saya masih enggan keluar dari sleeping bag, Ori yang sudah berada diluar cepat tanggap menyiapkan kompor dan memasak air. Sementara Sempurna – nya Andra and backbone kembali terdengar dari HP Ori.
Saat matahari mulai perlahan naik, kesibukan mulai terlihat, dari tadi malam bibir ini saya tahan untuk tidak meledek dua mahluk yang satu tenda dengan saya, akhirnya mulailah ritual tersebut entah siapa yang memulai ledekan-ledekan mulai meluncur dan ternyata Ori pun merasakan hal yang sama, “Bang sebenernya gue mulai dari semalam pengen ngecengin hehehehehehe”. Ujar ori sembari menyerigai khas nya dia. Dan pecahlah pagi itu dengan riuh redah candaan saya dan ori, sementara kedua sasaran jadi mati gaya.
Saat matahari mulai menyapa rerumputan Surya Kencana, sinar lembutnya menggoda saya untuk membuat sesi pemotretan ala model, dan jadilah Tanti, Titi, Gery dan Elly menjadi sasaran camera saya, Hanung juga ikut bergabung menjadi fotographer dadakan. Pose demi pose dan jepretan-demi jepretan, tak terasa waktu terus begulir hingga tibalah saatnya kami harus meninggalkan lembah ini turun menuju Cibodas, akan tetapi harus mendaki puncak terlebih dahulu dan baru turun kemudian.
Selesai packing, perlahan kami berajak meninggalkan lembah yang sudah sekian kalinya kami datangi, ya lembah ini tidak pernah bosan kami kunjungi pesona nya bagaikan keindahan seorang wanita yang begitu sempurna.
Kau begitu sempurna
Dimataku kau begitu indah
kau membuat diriku akan slalu memujimu – Andra and the backbone.
Puncak kami raih setelah perjalanan pendakian menapaki jalur jalan setapak. Beberapa teman ternyata ada yang baru pertama kali mencapainya, namun sayang cuaca tidak bersahabat, Kabul tebal menyelimuti puncak menghalangi pemandangan kawah dan lembah surya kencana. Cukup lama kami istirahat menunggu kabut tersibak, namun rupanya peruntungan tidak memihak kepada kami, bukannya kabutnya yang tersibak malah hujan yang datang menemani kami. Cuaca seperti ini tidak baik berlama-lama di puncak, kami beranjak turun menuju Cibodas, hujan makin lama makin deras dan sampai disuatu tempat dimana pernah Sobat kental dari Ori, mengalami kecelakaan kami berdo’a sejenak untuk mengenangnya.
Saat turun hujan makin menjadi, hingga sampai di Pos Kandang Badak hujan semakin deras. Tapi kejutan yang menyenangkan ada disana, Buluk teman di milis #pendaki sudah menunggu dengan satu thermos kopi hangat dan nasi bungkus yang masih hangat, semuanya suka cita melihat teman yang satu ini. Saat masih di Kandang Badak saya juga bertemu Jenny Irma sahabat lama saya. Dia mendaki dengan tiga orang temannya.
Hujan semakin deras tidak ada tanda untuk berhenti, langkah dilanjutkan. Dari Ipod saya mengalun November rain – gun n roses, mengiringi langkah saya menembus lebatnya hujan. Pos demi pos dan shelter demi sheter dilewati, hujan terus menguyur hanya sejenak berhenti dan kemudian kembali deras mengguyur. “Benar-benar November rain.” Gumam saya sendiri. Pos TNGP Cibodas kami raih sekitar jam 4 sore, kemudian kami beristirahat di Pondok Relawan Montana, menunggu hujan reda.
Pendakian ini begitu berkesan bagi saya, banyak sahabat baru yang bertemu. Kehangatan sebuah persahabatan begitu terasa mengalahkan dinginnya hembusan angin gunung, pekatnya kabut lembah dan derasnya hujan di bulan November, ya sahabat sangat menyenangkan sekali bersama kalian bersama menikmati “November rain di Gunung Gede”.