Commuter Line yang saya tumpangi memasuki stasiun Bogor, setelah turun saya langsung memasuki kedai Dunkin Donuts didalam stasiun dan memilih menu kesukaan, yaitu hot tea dan donat coklat. Tadi dirumah belum sempat sarapan karena sengaja berangkat naik Commuter Line paling pagi dari Stasiun Tebet yang biasanya tidak terlalu penuh. Segarnya pagi masih berasa di saat saya mengaduk gula kedalam teh dan mengedarkan pandangan keluar jendela menikmati kesibukan yang mulai terlihat di stasiun ini.
Morning has broken, like the first morning
Blackbird has spoken, like the first bird
Praise for the singing, praise for the morning
Praise for the springing fresh from the word
Sembari menyeruput teh manis lambat laun terdengar alunan lagu Morning Has Broken nya Cat Steven. Ya pas banget, pagi sudah usai, stasiun mulai ramai oleh berbagai kegiatan dan saya masih enjoy dengan sarapan pagi sambil menunggu datangnya teman-teman pecinta hammock, kami akan menikmati weekend dengan hammock camping di Gn. Bunder, Pasir Reungit Bogor.
Cukup lama menunggu saat dua wajah yang sangat familiar nongol dengan gebolan ransel masing-masing. Saya ngomong ransel tapi jangan bayangin ransel besar ala pendaki ya, ransel mereka lebih kecil dan terlihat lebih enteng.
“yukk ah jalan aja, kayaknya yang lain pada langsung naik motor kesana” ujar saya pada Anwar dan Gery setelah cukup lama ngobrol, semakin siang Bogor akan semakin macet, maka kamipun memutuskan untuk langsung menuju berangkat menuju Gn. Bunder, yang lainnya membawa kedaraan motor dan langsung menuju kesana, termasuk Jack si admin group FB Hammockers in Indonesia, grup yang saya temukan di Facebook dan akhirnya berkesempatan untuk hammock camping.
Dengan menumpang angkot 03 hingga Bubulak dan sambung dengan angkot lagi dari sana menuju pertigaan Cigombong, kemudian disambung lagi dengan angkot menuju gunung Bunder. Angkot terakhir ini kami carter hingga sampai ke Gn. Bunder tepatnya di pintu masuk Kawah Ratu. Angkot melaju dijalan mulus yang mendaki menuju Gn. Bunder meskipun kami sudah carter si supir tetap saja menaikan penumpang di jalan. Ya sudahlah, batin saya, yang penting tidak diisi sampai penuh. Memasuki areal Gn. Bunder, Jack dan temannya sudah menunggu di gerbang dan setelah membayar retribusi masuk sebesar Rp.7.500 per orang kami pun lanjut menuju lokasi tempat hammock camping kami. Gn. Bunder adalah lokasi camping ground yang berada di kaki Gunung Salak. Tempat yang menyenangkan dan banyak dipenuhi oleh pohon-pohon pinus. Di lokasi ini juga terdapat beberapa air terjun atau dalam bahasa Sunda di sebut Curug. Seperti Curug ngumpet, curug seribu, curug Pangeran dan lainnya. Dikawasan ini juga sudah banyak vila-vila berdiri namun untuk kawasan campingnya masih terlindung dari polusi vila-vila tersebut.
“wahh ada pramuka camping juga nih, kudu nyari yang agak misah dikit lokasi ngegantung kita biar ngga berisik.” Usul saya pada teman-teman saat turun dari angkot dan melihat ada truk tronton anak-anak Pramuka yang rupanya akan camping juga di lokasi ini.
“sebelah sana aja” kata Jack sembari menunjuk sebuah lokasi saat kami sudah sampai di dekat warung yang tidak jauh dari gerbang pendakiaan ke Kawah Ratu Gn. Salak, dan kamipun kemudian berjalan kearah sana dan memang dilokasi itu banyak terdapat pohon-pohon pinus dan hamparan rumput , juga bisa melihat view nya cukup terbuka.
“Gue sebelah sini ya” ujar saya pada Anwar sembari menujuk dua buah pohon yang posisinya lumayan bagus.
“iya gue disana aja” jawab Anwar sembari berjalan kearah dua buah pohon.
Yang lain juga sibuk seperti hal nya kami mencari posisi cocok untuk memasang peraduan yang juga berfungsi sebagai shelter untuk bermalam. Hammock camping belum pernah saya lakukan, dulu sewaktu masih aktif memanjat pernah saya lakonin tidur gantung dengan menggunakan Portage di tebing, sewaktu mengikuti kursus mountaineering di Alpen Utara Jepang. Portage juga agak berbeda dengan hammock. Jadi Hammock camping benar-benar baru buat saya, untungnya sudah punya hammock yang saya beli 4 tahun yang lalu. Saat itu ada rencana mau hammockan naik gunung namun entah kenapa akhirnya batal dan hammock itu pun akhirnya bertapa lama di dalam peti perlengkapan outdoor saya. Untuk camping sebuah hammock perlu flysheet atau atap yang akan melindungi pemakai dari hujan dan embun. Umumnya hammock tidak memiliki itu jadi harus ditambahkan flysheet, juga akan lebih nyaman jika hammocknya memilki jaring yang mencegah serangga mengganggu pengguna.
Untunglah semua hal tersebut sudah terintegrasi di hammock yang saya miliki ini, jadi sudah ada flysheet dan jaring anti serangga nya. Karena masih nubie, seminggu sebelum kegiatan ini saya pun mulai membaca dan belajar dari beberapa literatur yang saya miliki juga dari beberapa situs tentang hammock camping dan yang paling saya garis bawahi adalah hal-hal yang tidak nyaman selama camping dengan hammock, yaitu dingin yang akan terasa pada bagian punggung dan pantat selama tidur di hammock tersebut. Berdasarkan hal tersebut akhirnya saya mulai membuat list perlengkapan yang akan saya bawa, dan bongkar-bongkar peti pun dimulai mencari beberapa perlengkapan yang sudah lama bertapa disana. Akhirnya satu gebolan daypack 30 liter jadi teman perjalanan kali ini.
Tak terasa hammock-hammock kami sudah set up semua, dan menurut jack beberapa teman ada yang akan datang lagi.
“mari kita ngupi-ngupi dulu” ujar saya sembari duduk di gelaran matrass milik jack. Sementara Gerry sibuk memotong bahan-bahan sayur,
“makan sayur asem enak nih, soalnya ngga bisa makan ngga ada sayur” ujar Gerry ditengah kesibukannya memotong sayur-sayuran tersebut. Yup saya setuju sebagai pecinta sayur akan terasa kurang kalo makan tampa sayuran.
“emang mau makan sekarang” tanya saya sembari melihat jam tangan yagn baru menujukan angka 13.15,
“engga, siap-saipin aja dulu, ntar nasi dan lauk lainnya beli di warung aja” jawab Gerry.
Selang beberapa kemudian titik-titik air hujan mulai turun dan akhirnya berubah menjadi hujan gerimis rapat, kami pun ngacir ke hammock masing-masing.
“wahhh tidur siang nih jadinya” ujar saya sembari masuk kedalam hammock, awalnya saya susah untuk tidur karena tidak mengantuk, update status di medsos juga sudah dilakukan beberapa foto sudah di upload untuk bikin pengen teman-teman yang di rumah aja pas weekend hehehehe. Mhmm kenapa tidak nge teh aja pikir saya, kan kompor gantung bisa masak gantung dalam hammock. Memasak dalam Hammock pertama kali saya lakukan karena kompornya memang aman digunakan untuk itu ditambah lagi didalam hammock tali gantungannya juga kencang tidak kendor.
Kurang dari lima menit kemudian secangkir teh panas minuman favorit saya sudah ditangan dan menikmati suasana sembari mendengarkan lagu di Ipod kesayangan. Dari jaring hammock bisa memandang keluar rintik-rintik hujan gerimis yang rapat membasahi permukaan tanah dan rumput lokasi camping kami. Teman-teman yang lain hening di hammock nya masing-masing, pasti tidur nih pikir saya. Sapuan sepoy-sepoy angin yang lewat dari jaring hammock akhirnya memancing rasa kantuk saya dan tak terasa entah kapan saya pun sudah terlelap tidur.
Entah kenapa tiba-tiba saya terbangun dan ternyata diluar sudah tidak hujan, perlahan saya bagung dan keluar dari hammock. Teman-teman yang lain masih terlelap di hammocknya bahkan ada yang ngorok hehehehe… Udara mulai terasa agak dingin dibanding tadi sebelum hujan, ah iseng makan gorengan di warung enak nih. Dan saya pun mulai melangkah menuju warung yang terletak kurang lebih seratus mater dari tampat kami bergelantung. Di warung banyak bapak-bapak dan ibu-ibu pembina pramuka yang tadi ketemu pas datang, saya masuk kedalam warung.
“jual makanan apa aja teteh?” tanya saya pada pemilik warung seorang ibu yang masih muda.
“ada macam-macam, nasi juga ada, gorengan juga ada, atau nasi goreng enak kalo dingin-dingin begini,” jawab si teteh dengan logat Sunda kentalnya.
“ kalo nasi putih lauknya naon?” tanya saya lagi dengan sedikit menggunakan bahasa Sunda biar akrap gitu
“sudah habis lauknya sayah belum masak lagi, ya ada cuma itu telor balado” ujar si teteh sembari terus mengaduk gorengan nya di kuali.
“gorengan diluar pada dingin teh” sambung saya lagi
“lha iya atuh kang, kan disini mah tidak lama panasnya makanan, langsung wae tiris” jawab si teteh nyerocos, akhirnya saya cuma comot dua gorengan bakwan jagung yang baru keluar dari penggorengan, nikmat panas-panas makan diudara dingin. Setelah membayar makanan yang saya makan saya coba bejalan-jalan mengelilingi lokasi camping dibelakang warung, tapi urung karena ramai sekali anak-anak pramuka yang berkegiatan, rame dan cukup berisik. Saat kembali ke lokasi hammock, teman-teman sudah pada bangun dan kembali duduk ngariung sembari memasak air panas. “mau masak sayur kapan?” tanya saya ke Gerry
“ini sekarang, dari mana tadi?” jawab Gerry sembari balik bertanya
“ke warung lihat makanan tapi ngga ada yang menarik”
“iya paling goreng-gorengan aja”
“ntar malam pasti rame ini anak-anak biker”
“itu sudah ada beberapa di warung” jawab saya.
Matahari terkadang keluar terkadang sembunyi dibalik awan mendung yang menggantung diatas langit Gn. Bunder. Satu orang teman datang bergabung menambah jumlah hammock yang terpasang. Kami kembali tenggelam dalam obrolan yang bermacam-macam sembari ngemil gorengan jajanan warung. Tak terasa malampun mulai menjelang. Gerry datang dari warung membawa dua bungkus nasi kemudian kami menikmati makan malam apa adanya dengan dilengkapi sayur asem bikinan Gerry. Sederhana namun terasa nikmat sekali menikmati makan malam bersama sahabat, dan obrolan pun terus mengalir, dan api unggun juga mulai menyala, kehangatan sahabat alam semakin terasa.
Semakin larut malam dan kantukpun tidak tertahan, akhirnya saya undur pamit tidur, yang lain masih melanjutkan obrolan didepan api unggun. Desau daun pinus gunung yang tertiup angin menjadi musik pengantar tidur, setelah badan terbungkus bivy survive dan sleeping bag liner, dingin dibagian punggung dan pantat tidak terasa, terbukti saya langsung tertidur terlelap dalam pagutan malam di Gunung Bunder. Meskipun tidur di hammock sepanjang perlengkapan tidur kita pakai yang benar-banar memenuhi standar untuk tidur di gunung, maka tidur nyaman tidaklah terlalu sulit untuk didapat.
Segarnya udara pegunungan di pagi hari ini membuat saya terbangun ditambah lagi bunyi kicauan burung menjadi alaram bangun pagi yang menyenangkan, pagi sudah menjelang, namun tanah tampak kering syukurlah semalam tidak hujan. Di sebelah kiri saya ada dua hammock yang menggantung tandem dalam satu buah flysheet, tadi malam belum ada. Rupanya ada yang datang menyusul semalam, sangking pulesnya tidur sampai tidak mengetahui mereka datang. Perlahan saya bangkit dan turun dari hammock, menyalakan kompor dan seperti biasa masak minuman favorit. Teman-teman yang lain masih tidur terlelap.
Menikmati sarapan pagi sederhana berupa teh manis dan roti sandwich coklat sembari mengedarkan pandangan ke hamparan gunung berkabut, terasa bagai anugrah sekali buat saya yang hidup dikota besar seperti Jakarta. Saya nikmati setiap tegukan teh dan gigitan roti sandwich secara perlahan sejalan dengan menikmati moment pagi di Gunung Bunder. Semakin siang satu persatu teman-teman mulai pada bangun dan sibuk dengan mempersiapkan sarapan masing-masing. Sekitar jam Sembilan pagi saya, Anwar dan Gerry mulai packing peralatan karena kami menggunakan angkot jadi untuk menghindari Bogor yang macet dikala siang hari, kami turun agak awal.
Bagi saya, Hammock camping memberikan sebuah pengalaman lain dalam menikmati alam bebas, setiap proses pencapaian dan perjalanannya sangat saya nikmati. Karena bagi saya, “is not about destination but is about the journey process.”
(* Gunung Bunder 25 Jan 2015)
Perlengkapan yang saya bawa
- Hammock Hennessey seri Expedition, seperti umumnya hammock merek ini terkenal dengan kompak dan gampang untuk set up nya. Juga fitur-fiturnya di disain untuk hammock camping, sudah memiliki flysheet, jaring anti serangga, dan gantungan utilities didalamnya. Juga umumnya saat tidur di Hammock pengguna akan merasa pegal pada bahu karena dijepit oleh sisi hammock saat di bebani. Pada Hennessey hammock bentuk disain nya mengatasi permasalahan tersebut sehingga pengguna tetap nyaman tidur tanpa harus terasa terjepit.
- Bivy Survive, perlegkapan satu ini mulai banyak dipakai oleh penggiat ultra Light di luar negeri. Ini adalah seperti kantung tidur dengan bahan yang mirip dengan hypothermia blanket yang memiliki kemampuan heat relector yang lebih kuat dari pada sleeping bag, namun breathable berbeda dengan hyphothermia blangket tidak breathable sehingga jika orang sehat yang menggunakannnya akan banjir keringat. Dengan fungsi yang seperti tersebut maka Bivy survive menjadi pilihan pengganti sleeping bag, kecil namun hangat, meski tidak senyaman sleeping bag.
- Sleeping bag liner, ini adalah perlengkapan tambahan untuk tidur yang banyak digunakan para traveler saat harus tidur di airport karena koneksi pesawat yang kemalaman atau saat tidur di pantai dan juga tidur di hostel backpacker yang terkadang selimutnya berbau apek. Terbuat dari bahan nylon dan ada juga dari 100% silk, saya jadikan tambahan bivy survive saya.
- Hanging stove, kompor ini juga sudah lama tidak saya pakai. Kompor yang didisain untuk dipakai menggantung ini popular dikalangan pemanjat tebing big wall yang harus menginap di tebing dan juga mountaineer yang sering memasak didalam tenda. Sering tidak saya pakai karena rantai gantungannya hilang saat sebuah pejalanan pendakian 3 tahun yang lalu. Kompor ini cocok untuk penjalanan camping hammock ini. Lalu saya coba membuat rantai pengantinya, dan taraaaa….. hanging stove bisa dipakai lagi. Merek Jetboil, bukan hanya sekedar merek, kompor ini benar-benar cepat sekali memasak air. Hanya butuh waktu 3 hingga 5 menit untuk memasak air. Bagi saya cocok untuk camping hammock.
- Gas Canister primuss, tabung gas primuss memang didisain untuk mendaki gunung sehingga tekanan gasnya tetap bagus meski di daerah ketinggian dan suhu yang dingin. Cocok untuk kompor Jetboil saya.
- Gelas lipat dan mangkuk lipat Sea to Summits dilengkapi dengan satu sendok makan, gelas dan mangkuk lipat ini sangat ringan dan tahan terhadap air panas sehinga sangat praktis untuk digunakan.
- Tempat air lipat, terbuat dari plastik dan cukup kuat dan praktis tidak makan tempat kalau kosong tinggal lipat, ukuran 2 liter cukup untuk menyimpan air untuk memasak kopi atau teh.
- Ultralight Down jacket, tipis ringan tapi bisa dipakai utuk suhu 0 derajat cecius, dan akan saya pakai untuk tidur bisa makin hangat.
- Jaket water proof breathable, pastinya untuk kealam bebas jaket ini sangat perlu sekali untuk menghadapi cuaca yang basah, terlebih kami camping di bulan januari musim hujan.
- Pisau lipat victorinox, untuk macam-macam keperluan lah.
- Headlamp, pastinya untuk penerangan malam
- Tas pinggang untuk menyimpan yang kecil-kecil dan penting
- Gadget terdiri dari Ipod yang beriisikan berbagai macam lagu pokoknya untuk enjoy, Smart phone untuk foto-foto dan update status dan Power Bank yang berukuran besar cukup untuk 3 hingga 4 kali ngecas.
- Payung lipat, tambahan kalo hujan gede kan enak payungan di lokasi camping kalo mau ke toilet atau ke warung hehehehe
- Daypack 30 liter, nah ini yang membawa seluruh perabotan lenong diatas.